Raja Naiambaton memiliki salah satu anak yang diberi nama Munthe Tua atau Munte Tua. Keturunan lainnya yakni Simbolon Tua, Saragi Tua, Tamba Tua dan Nahampun Tua. Pada dasarnya orang Batak mengerti bahwa ketika disebutkan Munthe Tua atau Munte Tua, yang dimaksudkan adalah orang yang sama.
Namun, kemudian sering muncul pertanyaan, terutama ketika berkaitan dengan persoalan surat menyurat, mana yang benar:
M – u – n t – h – e?
atau
M – u – n – t – e?
Sebagai orang Batak dengan aksara dan aksentuasi yang tidak mengenal paduan th dalam kosakata sehari-hari, dengan mudah dapat diidentifikasi bahwa munculnya varian Munthe dari bentuk aslinya Munte adalah karena pengaruh kolonial Belanda, yang kala itu memang juga menduduki tanah Batak.
Penulisan dengan kata Munthe lebih familir bagi pemerintah kolonial Belanda saat itu.
Maka dalam banyak surat menyurat ketika ada keturunan Munte yang terlibat, sering terjadi pemakluman sehingga orang tidak akan mengeritik apakah namanya ditulis dengan marga Munte atau Munthe. Bagaimanapun, mereka masih mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah marga yang sama.
Ternyata pemakluman yang sama juga berlaku pada Haromunthe, yang secara etimologis merupakan derivatif atau marga baru bentukan dari Munte. Dalam surat menyurat juga akan sering ditemui penulisan yang bervariasi untuk marga ini: Haromunthe, Haromunte, Haro Munthe atau Haro Munte. Bagaimanapun, mereka masih mengerti bahwa yang dimaksudkan adalah marga yang sama, yakni keturunan dari Ompu Jelak Maribur dengan isterinya boru Tamba Lumban Tonga-tonga