Prosesi adat Haroan Boru Kahiyang Ayu setelah menjadi istri Bobby Nasution menjadi perbincangan yang cukup viral akhir-akhir ini. Selain karena puteri satu-satunya dari Presiden Jokowi, rentetan acara Jokowi Mantu ini menarik perhatian banyak orang karena menjadi contoh nyata perpaduan budaya Jawa dan Tapanuli Bagian Selatan (Tabagsel), kampung halaman Bobby Nasution. Kendati demikian, ada beberapa hal yang luput dari pemberitaan di media massa terutama televisi, padahal sangat esensial dalam konteks “ulaon” adat.
Pertama, tokoh yang berperan sentral dalam konteks adat Haroan Bolon ialah Raja Parhata. Dia dibantu oleh pembaca acara (Master of Ceremony) yang entah mengapa lazim disebut sebagai protokol. Jika Kahiyang Ayu “diulosi” oleh marga Siregar, pihak dari paman Bobby Nasution, maka tokoh yang menjadi Raja Parhata sekaligus yang “mangulosi” Jokowi adalah marga Dalimunthe. Adapun tokoh yang dimaksud ialah Porkas Dalimunthe gelar Patuan Kumala Suangkupon, seorang Raja adat dari Angkola. Beliau berasal dari Muara Tais. Sementara itu, yang menjadi MC/Pembawa Acara adalah M Yamin Dalimunthe.
Kedua, sebagaimana umumnya marga-marga di sub-subsuku Batak memiliki “harajaon” di daerah asalnya, di daerah Mandailing tidak ada harajaon ni Dalimunthe/Munthe. Adanya di Angkola dan Labuhan Batu. Usut-punya usut, ternyata mora/tulang dari Bobby Nasution, yaitu Dolly Sinomba Siregar berasal dari Parupuk Padanglawas Utara, yang dominan dihuni oleh orang Angkola. Kendati memiliki banyak persamaan, Mandailing dan Angkola adalah dua subsuku Batak yang mempunyai kekhasan tersendiri.
Ketiga, secara resmi protokol acara adat tidak menyebutkan Adat Mandailing, namun Adat Tapanuli Selatan (Tapbagsel). Hanya reporter dan jurnalis media massa yang menyebut Adat Mandailing. Terasa “bisuk” disana, sebagaimana seorang protokol mestinya memang adalah “Halak na bisuk”. Mengapa demikian, karena sebenarnya acara Horja Godang itu adalah kombinasi adat antara Angkola dan Mandailing. Demikianlah sehingga pada saat penobatan Bobby masuk dalam jajaran “raja-raja” Siregar, protokol menyampaikan ” … atas musyawarah para raja-raja di Tapanuli Bagian Selatan … maka …). Tidak disebutkan “atas musyawarah raja-raja Mandailing”. Sehingga, adat perkawinan yang kita saksikan adalah adat Tapanuli Bagian Selatan (kombinasi antara Angkola dan Mandailing). Ingat, kita sudah tidak lagi mendengarkan istilah “Mandailing godang” untuk menjaga perasaan.
Sumber: Diskusi Group FB Dalimunthe/Munthe